PAJAK
Pajak adalah kontribusi wajib kepada negara yang terutang oleh orang
pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan undang-undang dengan tidak
mendapatkan imbalan secara langsung dan digunakan untuk keperluan negara bagi
sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.
Secara umum pajak
dikelompokkan menjadi dua yaitu Pajak Negara dan Pajak Daerah.
Berikut adalah
penjelasan mengenai pajak tersebut :
PAJAK NEGARA DAN PAJAK DAERAH
Pengenaan pajak di Indonesia dapat
dikelompokan menjadi 2 bagian, yaitu : pajak negara dan pajak daerah.
A.
Pajak Negara
Pajak Negara atau Pajak Pusat adalah pajak yang dikelola oleh pemerintah
pusat (Direktorat Jenderal Pajak ) dan hasilnya dipergunakan untuk membiayai
pengeluaran rutin negara dan pembangunan (APBN). contoh : PPh, PPn, PPn BM,
PBB, Bea Materai.
Pajak negara yang sampai saat ini masih
berlaku adalah :
1.
Pajak Penghasilan ( PPh )
Dasar hukum
pengenaan pajak penghasilan adalah Undang – undang No. 36 tahun 2008.
2.
Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah ( PPN &
PPn BM )
Dasar hukumnya
UU No.42 Tahun 2009
3.
Bea Materai
Dasar hukumnya
adalah Undang – undang No.13 tahun 1985
4.
Pajak Bumi dan Bangunan ( PBB )
Dasar hukum nya
adalah Undang – undang No 12 tahun 1994.
5.
Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan bengunan ( BPHTB )
Dasar hukum nya
adalah Undang – undang No. 20 tahun 2000.
B.
Pajak Daerah dan Retribusi Daerah
Dasar
hukum pemungutan pajak daerah dan retribusi daerah adalah Undang – undangNo.28
tahun 2009 tentang pajak daerah dan retribusi daerah.
1.Pajak Daerah
Menurut
Tony Marsyahrul (2004:5) :
“Pajak daerah
adalah pajak yang di kelola oleh pemerintah daerah (baik pemerintah daerah TK.I
maupun pemerintah daerah TK.II) dan hasil di pergunakan untuk membiayai
pengeluaran rutin dan pembangunan daerah (APBD)”.Menurut Mardiasmo, (2002:5) :
“Pajak adalah iuran wajib yang dilakukan oleh orang pribadi atau badan kepada
daerah tanpa imbalan langsung yang seimbang yang dapat di paksakan berdasarkan
peraturan perundang-undangan yang berlaku di gunakan untuk membiayai
penyelenggarakan pemerintah daerah dan pembangunan daerah”.
Jenis-Jenis Pajak Daerah
Berdasarkan Undang-Undang No.34 Tahun 2000
jenis-jenis pajak daerah adalah sebagai berikut:
Pajak Daerah Kabupaten/Kota menurut UU 34/2000
terdiri dari :
a) Pajak Hotel.
b) Pajak Restoran
c) Pajak Hiburan
d) Pajak Reklame
e) Pajak Penerangan Jalan
f) Pajak Pengambilan Bahan Galian Golongan C
g) Pajak Parkir
Contoh
peraturan pajak daerah adalah di kabupaten Musi banyuasin.
Pemerintah
Kabupaten Musi Banyuasin telah mengeluarkan beberapa peraturan daerah sebagai
berikut :
Peraturan Daerah
No. 26 Tahun 2002 tentang Pajak Hotel
Peraturan Daerah
No. 26 Tahun 2002 tentang Pajak Reklame
Peraturan Daerah
No. 28 Tahun 2002 tentang Pajak Hiburan
Peraturan Daerah
No. 29 Tahun 2002 tentang Pajak Restoran
Karakteristik
Pajak Daerah
-
Pajak
Hotel
Menurut
peraturan daerah No. 26 tentang Pajak Hotel (2002:1) : “
pajak hotel di
sebut pajak daerah pungutan daerah atas penyelenggaraan hotel”.
Hotel adalah :
“Bangunan yang khusus disediakan bagi orang untuk dapat menginap/istirahat,
memperoleh pelayanan atau fasilitas lainnya dengan di pungut bayaran, termasuk
bangunan yang lainnya yang mengatur,di kelolah dan dimiliki oleh pihak yang
sama kecuali untuk pertokoan dan perkantoran”.
Pengusaha hotel
ialah : “Perorangan atau badan yang menyelenggarakan usaha hotel untuk dan atas
namanya sendiri atau untuk dan atas nama pihak lain yang menjadi
tanggungannya”.
Objek pajak
adalah : “Setiap pelayanan yang disediakan dengan pembayaran di hotel, Objek
pajak berupa
- Fasilitas penginapan seperti gubuk
pariwisata (cottage), Hotel,wisma,losmen dan rumah penginapan termasuk rumah
kost dengan jumlah kamar 15 atau lebih menyediakan fasilitas seperti rumah
penginapan.
- Pelayanan penunjang antara lain :
Telepon, faksimilie, teleks, foto copy, layanan cuci, setrika, taksi dan pengangkut
lainnya disediakan atau dikelolah hotel
- Fasilitas Olahraga dan hiburan
Subjek
pajak hotel adalah orang pribadi atau badan yang melakukan pembayaran atas
pelayanan hotel. Wajib pajak hotel adalah : “Pengusaha hotel”. Dasar pengenaan
adalah : “Jumlah pembayaran yang dilakukan kepada hotel dan tarif pajak
ditetapkan sebesar 10%, Masa pajak I (satu) bulan takwim, jangka waktu lamanya
pajak terutang dalam masa pajak pada saat pelayanan di hotel.
-
Pajak
Restoran
Menurut
Peraturan Daerah No. 29 tentang Pajak Restoran (2002:1) : “pajak restoran yang
di sebut pajak adalah pungutan daerah atas pelayanan restoran. Restoran atau
rumah makan adalah : “Tempat menyantap makanan dan atau minuman yang disediakan
dengan dipungut bayaran,tidak termasuk usaha jasa boga atau catering.
Objek Pajak
yaitu setiap pelayanan yang disediakan dengan pembayaran di restoran. Subjek
pajak orang pribadi atau badan yang melakukan pembayaran atas pelayanan
restoran, Wajib pajak rastoran yaitu Pengusaha restoran dan tarif pajak di tetapkan
sebesar 10% (sepuluh persen).
-
Pajak
Hiburan
Menurut
Peraturan Daerah No.28 tentang Pajak Hiburan (2002:1) : “Pajak Hiburan atau di
sebut pajak adalah pajak hiburan di Kabupaten Musi Banyuasin. Hiburan ialah
“semua jenis pertunjukan permainan dengan nama dan bentuk apapun yang di tonton
atau di nikmati oleh setiap orang dengan dipungut bayaran di Kabupaten Musi Banyuasin.
Objek Pajak Semua Penyelenggaraan Hiburan berupa :
-
.Penyelenggara pertunjukan film di bioskop dengan tarif pajak sebesar 31%
-
.Pertunjukan kesenian tradisional, Pertunjukan sirkus, Pemeran seni, Pameran
busana dengan tarif pajak 10%.
-
Pergelaran Musik dan tarif ditetapkan sebesar 15%
-
Karaoke ditetapkan sebesar 20%
-
Permainan Bilyar ditetapkan sebesar 20%
- Pertandingan
Olahraga ditetapkan sabesar 10%
Subjek pajak hiburan orang pribadi atau badan yang menonton atau menikmati hiburan, Wajib pakak hiburan orang pribadi atau badan penyelenggara hiburan
Subjek pajak hiburan orang pribadi atau badan yang menonton atau menikmati hiburan, Wajib pakak hiburan orang pribadi atau badan penyelenggara hiburan
-
Pajak
Reklame
Menurut
Peraturan Daerah No.27 Tentang Pajak Reklame (2002:1) : Pajak reklame yang
selanjutnya disebut pajak adalah pungutan daerah atas penyelenggaraan reklame.
Reklame yaitu benda, alat, media yang menurut bentuk susunan dan corak raganya
untuk tujuan komersial di pergunakan untuk memperkenalkan,mengajukan atau
memujikan suatu barang, jasa atau orang yang di tempatkan atau di dengar dari
suatu tempat oleh umum kecuali yang di lakukan oleh pemerintah.
Objek Pajak
ialah penyelenggara reklame seperti :
-
Reklame Kain
-
Reklame Melekat, Stiker
-
Reklame Berjalan termasuk pajak kendaraan
-
Reklame Udara
-
Reklame Suara
-
Reklame Film/Slide
-
Reklame Peragaan
Subjek Pajak
Reklame adalah : “Orang pribadi atau badan yang menyelenggarakan atau memesan
reklame.Tarif pajak ditetapkan sebesar 25%.
Landasan
Hukum Dan Tata Cara Pemungutan Pajak Daerah
1)
Dasar Hukum
Undang-Undang
Dasar 1945 Pasal 23 Ayat (2) : “Segala Pajak Untuk Keperluan Negara Berdasarkan
Undang-Undang”.
Dasar hukum
pemungutan pajak daerah dan retribusi daerah adalah : “Undang-Undang No.18
Tahun 1997 Tentang Pajak Daerah Dan Retribusi Daerah sebagaimana telah di ubah
terakhir dengan Undang-Undang No.34 Tahun 2000.
Tata
Cara Pemungutan Pajak Daerah
Pedoman tata
cara pemungutan pajak daerah diatur Keputusan Menteri Dalam Negeri No.170 Tahun
1997 dan Keputusan Menteri Dalam Negeri No. 43 Tahun 1999
Tentang Sistem
Dan Prosedur Administrasi Pajak Daerah.
Sistem Dan
Prosedur Administrasi Pajak Daerah
Ø Pendaftaran Dan Pendataan
A.Kegiatan pendaftaran
dan pendataan untuk wajib pajak baru dengan cara penetapan kepala daerah
(Official Assessment) terdiri dari
a)
Pendaftaran
b)
Pendataan
c)
Formulir / kartu dan daftar
A 1.Kegiatan
Pendaftaran Dengan Cara Dibayar Sendiri (Self Assesment) terdiri dari
a)
Menyiapkan formulir pendaftaran
b)
Menyerahkan formulir pendaftaran kepada wajib pakak setelah dicatat dalam
daftar formulir pendaftaran.
c)
Menerima dan memeriksa kelengkapan formulir pendaftaran yang telah di isi oleh
wajib pajak dan atau yang diberi kuasa
d)
Formulir / kartu dan daftar.
A 2.Kegiatan
pendataan dengan cara dibayar sendiri (Self Assesment) untuk wajib pajak yang
sudah memiliki NPWPD terdiri dari
a)
Menyerahkan formulir pendataan
b)
Menerima dan memeriksa kelengkapan formulir pendataan (SPTPD) yang telah di isi
oleh wajib pajak atau yang diberi kuasa
c)
Mencatat data pajak daerah dalam kartu data ke dalam daftar SPTPD (Surat
Pemberitahuan Pajak Daerah) wajib pajak self assessment.
d)
Formulir dan daftar SPTPD.
Ø Penetapan
B 1.Kegiatan
penetapan dengan cara di bayar sendiri (self assesment) terdiri
Dari
a) Setelah
wajib pajak membayar pajak terutang berdasarkan SPTPD dicatat
dalam kartu data.
b) Membuat
nota perhitungan pajak atas dasar kartu data dan hasil pemeriksaan atau
keterangan lain, Dengan cara menghitung jumlah pajak terutang dan jumlah kredit
pajak yang diperhitungkan dalam kartu data.
c) Jika
pajak terutang kurang atau tidak dibayar maka di terbitkan surat ketetapan pajak
daerah kurang bayar (SKPDKB).
d) Jika
tidak terdapat selisih antara kurang dan kredit, Maka diterbitkan surat
ketetapan pajak daerah nihil (SKPDN).
e Jika terdapat
tambahan objek pajak yang sama selesai akibat di temukannya data baru, Maka
diterbitkan surat ketetapan pajak daerah kurang bayar tambahan (SKPDKBT)
f) Jika
terdapat kelebihan pembayaran pajak terutang, Maka di terbitkan surat ketetapan
pajak daerah lebih bayar (SKPDLB).
j) Setelah
pembuatan nota perhitungan pajak selesai, Selanjutnya menyerahkan kembali kartu
data kepada unit kerja pendataan.
h) Menerbitkan
daftar SKPDKB,SKPDKBT,SKPDLB,dan SKPDN atas dasar surat etetapan pajak daerah
tersebut.
i) Surat
ketetapan ditandatangani oleh kepalah unit kerja penetapan.
j) Menyerahkan
copy daftar surat ketetapan di atas kepala unit kerja penagihan,unit kerja
perencanaan dan pengendalian operasional.
k)Menyerahka
kepada wajib pajak berupa SKPDKB, SKPDKBT, SKPDN kemudian wajib pajak
menandatangani masing-masing tanda terima dan mengembalikannya.
l) Jumlah pajak
terutang dalam SKPDKB dikenakan sanksi administrasi berupa kenaikan sebesar
100% dari pokok pajak.
m) Apabila
SKPDKB,SKPDKBT,SKPDN yang direrbitkan tidak atau kurang bayar setelah lewat
waktu paling lama 30 hari sejak SKPDKB,SKPDKBT,SKPDN diterima, Dapat memberikan
sanksi administrasi berupa bunga 2% tiap bulan dengan menerbitkan STPD (surat
tagihan pajak daerah).
Ø Formulir dan daftar / buku
a)
Formulir kartu data
b)
Daftar surat ketetapan
Ø Kegiatan Penyetoran
·
Kegitan penyetoran melalui bendaharawan
khusus penerima (BKP) terdiri dari :
a) BKP menerima setoran disertai surat
ketetapan pajak daerah dengan media SSPD (Surat Setoran Pajak daerah).
b)
Setelah SSPD tersebut di cap, Aslinya disertai SKPD dikembalikan ke wajib pajak
yang bersangkutan.
c) Berdasarkan
SSPD yang telah di cap, Dicatat dan dijumlahkan dalam buku pembantu penerimaan
sejenis melalui BKP dan selanjutnya dibukukan dalam buku kas umum.
d)
BKP menyetor uang ke kas daerah secara harian yang disertai bukti setoran
Bank.
e)
BKP secara periodikal (bulanan) menyiapkan laporan realisasi penerimaan dan
penyetoran uang yang di tandatangani oleh Kepala Dinas Pendapatan Daerah.
f)
mendistribusikan.
·
Kegiatan Penyetoran Melalui Kas Daerah
terdiri dari:
a)
Kas daerah menerima uang dari wajib pajak disertai dengan media surat ketetapan
dan media penyetoran SSPD dan bukti setoran Bank.
b)
Selanjutnya setelah SSPD ditandatangani dan di cap oleh pejabat kas daerah,
Maka lembar pertama dari SSPD dan bukti setoran Bank diserahkan kembali ke
wajib pajak.
c)
2 (Dua) lembar tembusan SSPD diberikan oleh kas daerah ke BKP Dipenda yang
dilampiri bukti setoran Bank.
d)
BKP setelah menerima media penyetoran yang di cap oleh kas daerah dicatat dan
dijumlahkan dalam buku pembantu penerimaan sejenis melalui kas daerah dan
selanjutnya dibukukan dalam buku kas umum.
e) BKP
secara periodikal (bulanan) membuat laporan realisasi penerimaan dan penyetoran
uang yang ditandatangani oleh Kadipenda.
f)
Mendistribusikan.
Angsuran Dan
Penundaan Pembayaran
Angsuran
pembayaran
a)
Menerima surat per mohonan angsuran dari
wajib pajak.
b)
Mengadakan penelitian untuk di jadikan
bahan dalam persetujuan perjanjian angsuran oleh Kadipenda .
c)
Membuat surat perjanjian angsuran / penolakan
angsuran ditandatangani oleh kadipenda dan apabila permohonan di setujui
selanjutnya dibuatkan daftar perjanjian angsuran.
d)
Menyerahkan surat perjanjian angsuran /
penolakan angsuran kepada wajib pajak dan daftar surat perjanjian angsuran
kepada unit lain-lain yang terkait.
Formulir
Dan Buku / Daftar
Formulir SSPD
Buku / Daftar
Buku registrasi
permohonan angsuran
Daftar surat
perjanjian angsuran
Kegiatan
Penundaan pembayaran
Kegiatan yang
dilaksanakan :
1.Dipenda
melalui unit kerja penetapan menerima surat permohonan penundaan pembayaran
oleh Kadipenda.
2.Mengadakan
penelitian untuk dijadikan bahan dalam pemberian persetujuan penundaan
pembayaran oleh Kadipenda.
3.Membuat surat
persetujaun penundaan pembayaran / penolakan penundaan pembayaran yang
ditandatangani oleh Kadipenda apabila permohonan di setujui dibuatkan sistem
persetujuan penundaan.
4.Menyerahkan
surat persetujuan penundaan pembayaran kepada wajib pajak dan daftar
persetujuan penundaan kepada unit-unit yang terkait.
Formulir
Dan Buku Daftar
Formulir surat
permohonan penundaan pembayaran
Buku / Daftar
Buku registrasi
Daftar
persetujuan penundaan pembayaran
Pelaporan
Kegiatan yang
dilaksanakan :
1.Membuat daftar
penetapan, Penerimaan dan tunggakan.
2.Membuat daftar
tunggakan per wajib pajak.
3.Membuat
laporan realisasi penerimaan pajak daerah.
4.Mengajukan
laporan realisasi penerimaan pendapatan daerah pada Kadipenda.
5.Mengajukan
laporan realisasi penerimaan pendapatan asli daerah kapada kepala Unit kerja
pengelolaan pendapatan daerah lainnya dan perencanaan, Pengendalian operasional.
6.Membuat daftar
realisasi setoran masa pada akhir periode.
7.Mengajukan
daftar realisasi setoran masa (Self Assessment).
8.Menyerahkan
daftar realisasi setoran masa (Self Assessment).
Penagihan
Penagihan
dengan surat teguran
Penagihan dengan
surat paksa
Penagihan dengan
surat perintah melaksanakan penyitaan
Pengumuman
lelang dan pelaksanaan lelang
Pencabutan
penyitaan dan pengumuman lelang
Kegiatan
penagihan dengan surat perintah penagihan seketika dan
sekaligus (SPPS
dan S)
§ Kegiatan
Pembetulan, Pembatalan, Pengurangan ketetapan dan penghapusan atau pengurangan
sanksi administrasi.
Tahapan Kegiatan:
a)
Menerima surat permohonan pembetulan pembatalan, Pengurangan ketetapan dan
penghapusan atau pengurangan sanksi administrasi dari wajib pajak
b)
Meneliti kelengkapan permohonan pembetulan, Pembatalan, Pengurangan ketetapan
dan penghapusan atau pengurangan sanksi administrasi wajib pajak setelah
dilakukan penelitian dan bila perlu dilakukan pemeriksaan, Dibuat laporan hasil
penelitian.
§ Formulir
Dan Buku Yang Diperlukan
Tahapan Kegiatan:
a)
Menerima surat permohonan pengembalian kelebihan pembayaran pajak,
Melakukan pemeriksaan dan membuat laporan pemeriksaan ditandatangani oleh
petugas dari wajib pajak.
b)
Mencatat ke kartu data selanjutnya diserahkan kapada unit kerja penghitungan
untuk dilakukan penghitungan penetapan kelebihan pembayaran pajak.
c)
Memperhitungkan dengan hutang / tunggakan pajak yang lain.
d)
Setelah perhitungan dengan hutang pajak yang lain ternyata
kelebihan pembayaran pajak kurang / sama dengan hutang pajak lainnya tersebut
maka wajib pajak menerima bukti pemindahbukuan sebagai bukti pembayaran /
kompensasi dengan pajak terutang dimaksud, Karenanya SKPDLB tidak diterbitkan.
e)
Apabila hutang pajak di perhitungkan di kompensasi dengan kelebihan pembayaran
pajak ternyata lebih, Maka wajib pajak akan menerima bukti pemindahbukuan dan
sebagai bukti pembayaran / kompensasi dari SKPDLB harus di terbitkan.
f)
Setelah menerima SKPDLB dari unit kerja penetapan dan di proses untuk
penerbitan.
Pajak dan
retribusi Daerah yang ditetapkan dengan Peraturan Daerah, Daerah mempunyai
kewenangan untuk mengelola dan mengaturnya sendiri.
2.Retribusi
Daerah
Retribusi Daerah atau Retribusi adalah pungutan daerah (otonom) sebagai pembayaran atas jasa atau pemberian izin tertentu yang khusus disediakan dan/atau diberikan oleh Pemerintah Daerah untuk kepentingan orang
pribadi atau badan.
Ciri-ciri :
- Dapat dipungut apabila ada jasa yang disediakan oleh pemerintah daerah dan
dinikmati oleh orang atau badan.
- Pihak yang membayar retribusi daerah mendapatkan imbalan/balas jasa secara
langsung dari pemerintah daerah atas pembayaran yang dilakukannya.
- Wajib retribusi yang tidak memenuhi kewajiban pembayaran retribusi daerah
dapat dikenakan sanksi ekonomis, yaitu jika tidak membayar retribusi daerah
tidak memperoleh jasa yang diselenggarakan oleh pemerintah daerah.
- Hasil penerimaan retribusi daerah disetor ke kas daerah.
Objek dan Golongan Retribusi
Objek Retribusi
adalah:
Jasa Umum;
Jasa Usaha; dan
Perizinan Tertentu.
Dengan demikian,
retribusi digolongkan menjadi:
Retribusi Jasa
Umum;
Retribusi Jasa
Usaha; dan Retribusi Perizinan Tertentu.
Jenis-jenis Retribusi
- Retribusi Jasa Umum
Objek Retribusi
Jasa Umum adalah pelayanan yang disediakan atau diberikan Pemerintah Daerah
untuk tujuan kepentingan dan kemanfaatan umum serta dapat dinikmati oleh orang
pribadi atau Badan.
Jenis Retribusi
Jasa Umum adalah:
Retribusi Pelayanan
Kesehatan;
Retribusi Pelayanan
Persampahan/Kebersihan;
Retribusi
Penggantian Biaya Cetak Kartu Tanda Penduduk dan Akta Catatan Sipil;
Retribusi Pelayanan
Pemakaman dan Pengabuan Mayat;
Retribusi Pelayanan
Parkir di Tepi Jalan Umum;
Retribusi Pelayanan
Pasar;
Retribusi Pengujian
Kendaraan Bermotor;
Retribusi
Pemeriksaan Alat Pemadam Kebakaran;
Retribusi
Penggantian Biaya Cetak Peta;
Retribusi
Penyediaan dan/atau Penyedotan Kakus;
Retribusi
Pengolahan Limbah Cair;
Retribusi Pelayanan
Tera/Tera Ulang;
Retribusi Pelayanan
Pendidikan; dan
Retribusi
Pengendalian Menara Telekomunikasi.
Jenis Retribusi di
atas dapat tidak dipungut apabila potensi penerimaannya kecil dan/atau atas
kebijakan nasional/daerah untuk memberikan pelayanan tersebut secara cuma-cuma.
- Retribusi Jasa Usaha
Objek Retribusi
Jasa Usaha adalah pelayanan yang
disediakan oleh Pemerintah Daerah dengan menganut prinsip komersial yang
meliputi:
pelayanan dengan
menggunakan/memanfaatkan kekayaan Daerah yang belum dimanfaatkan secara
optimal; dan/atau
pelayanan oleh
Pemerintah Daerah sepanjang belum disediakan secara memadai oleh pihak swasta.
Jenis Retribusi Jasa Usaha adalah:
Retribusi Pemakaian
Kekayaan Daerah;
Retribusi Pasar
Grosir dan/atau Pertokoan;
Retribusi Tempat
Pelelangan;
Retribusi Terminal;
Retribusi Tempat
Khusus Parkir;
Retribusi Tempat
Penginapan/Pesanggrahan/Villa;
Retribusi Rumah
Potong Hewan;
Retribusi Pelayanan
Kepelabuhanan;
Retribusi Tempat
Rekreasi dan Olahraga;
Retribusi
Penyeberangan di Air; dan
Retribusi Penjualan
Produksi Usaha Daerah.
- Retribusi Perizinan Tertentu
Objek Retribusi
Perizinan Tertentu adalah pelayanan
perizinan tertentu oleh Pemerintah Daerah kepada orang pribadi atau Badan yang
dimaksudkan untuk pengaturan dan pengawasan atas kegiatan pemanfaatan ruang,
penggunaan sumber daya alam, barang, prasarana, sarana, atau fasilitas tertentu
guna melindungi kepentingan umum dan menjaga kelestarian lingkungan.
Jenis Retribusi Perizinan Tertentu adalah:
Retribusi Izin
Mendirikan Bangunan;
Retribusi Izin
Tempat Penjualan Minuman Beralkohol;
Retribusi Izin
Gangguan;
Retribusi Izin
Trayek; dan
Retribusi Izin
Usaha Perikanan.
Kriteria Retribusi
Selain jenis-jenis
retribusi di atas, pemerintah pusat dapat berwenang pula menetapkan jenis
retribusi lain melalui Peraturan Pemerintah.
Kriteria retribusi
adalah sebagai berikut :
Retribusi Perizinan Tertentu:
perizinan tersebut
termasuk kewenangan pemerintahan yang diserahkan kepada Daerah dalam rangka
asas desentralisasi;
perizinan tersebut
benar-benar diperlukan guna melindungi kepentingan umum; dan
biaya yang menjadi
beban Daerah dalam penyelenggaraan izin tersebut dan biaya untuk menanggulangi
dampak negatif dari pemberian izin tersebut cukup besar sehingga layak dibiayai
dari retribusi perizinan;
NPWP(NOMOR POKOK WAJIB PAJAK)
Nomor
Pokok Wajib Pajak biasa disingkat dengan NPWP adalah nomor yang diberikan
kepada wajib pajak (WP)
sebagai sarana dalam administrasi perpajakan yang
dipergunakan sebagai tanda pengenal diri atau identitas wajib pajak dalam
melaksanakan hak dan kewajiban perpajakannya.
Fungsi NPWP
- Tanda pengenal
diri atau Identitas WP dalam melaksanakan hak dan kewajiban perpajakannya.
- Dicantumkan
dalam setiap dokumen perpajakan.
- Menjaga
ketertiban dalam pembayaran pajak dan pengawasan administrasi perpajakan.
-Pendaftaran
Untuk Mendapatkan NPWP
Berdasarkan
sistem self assessment setiap WP wajib mendaftarkan diri ke Kantor Pelayanan
Pajak (KPP) atau melalui Kantor Penyuluhan dan Pengamatan
Potensi Perpajakan (KP4) yang wilayah kerjanya meliputi tempat tinggal atau
tempat kedudukan WP, untuk diberikan NPWP.
Kewajiban
mendaftarkan diri berlaku pula terhadap wanita kawin yang
dikenakan pajak secara terpisah, karena hidup terpisah berdasarkan keputusan hakim atau
dikehendaki secara tertulis berdasarkan perjanjian pemisahan penghasilan dan
harta.
Wajib Pajak Orang Pribadi Pengusaha
Tertentu yang mempunyai tempat usaha berbeda dengan tempat tinggal, selain
wajib mendaftarkan diri ke KPP yang wilayah kerjanya meliputi tempat
tinggalnya, juga diwajibkan mendaftarkan diri ke KPP yang wilayah kerjanya
meliputi tempat kegiatan usaha dilakukan.
Wajib Pajak
Orang Pribadi yang tidak menjalankan usaha atau pekerjaan bebas, bila sampai
dengan suatu bulan memperoleh penghasilan yang jumlahnya telah melebihi Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP) setahun,
wajib mendaftarkan diri paling lambat pada akhir bulan berikutnya.
WP Orang Pribadi
lainnya yang memerlukan NPWP dapat mengajukan permohonan untuk memperoleh NPWP.
Tata cara Pendaftaran NPWP
Untuk
mendapatkan NPWP Wajib Pajak (WP) mengisi formulir pendaftaran dan menyampaikan
secara langsung atau melalui pos ke Kantor Pelayanan Pajak (KPP) atau Kantor
Penyuluhan dan Pengamatan Potensi Perpajakan (KP4) setempat dengan melampirkan:
*
Untuk WP Orang Pribadi Non-Usahawan:
Fotokopi Kartu Tanda Penduduk bagi penduduk Indonesia atau
foto kopi paspor ditambah surat keterangan tempat tinggal dari instansi yang
berwenang minimal Lurah atau Kepala Desa bagi orang asing.
*Untuk
WP Orang Pribadi Usahawan :
Fotokopi KTP
bagi penduduk Indonesia atau fotokopi paspor ditambah surat keterangan tempat
tinggal dari instansi yang berwenang minimal Lurah atau Kepala Desa bagi orang asing;
Surat Keterangan
tempat kegiatan usaha atau pekerjaan bebas dari instansi yang berwenang minimal
Lurah atau
Kepala Desa.
*Untuk
WP Badan :
Fotokopi akte
pendirian dan perubahan terakhir atau surat keterangan penunjukkan dari kantor
pusat bagi BUT;
Fotokopi KTP
bagi penduduk Indonesia atau fotokopi paspor ditambah surat keterangan tempat
tinggal dari instansi yang berwenang minimal Lurah atau Kepala Desa bagi orang
asing, dari salah seorang pengurus aktif;
Surat Keterangan
tempat kegiatan usaha dari instansi yang berwenang minimal kabupaten
Lurah atau
Kepala Desa.
Fotokopi KTP
bendaharawan;
Fotokopi surat penunjukkan
sebagai bendaharawan.
Fotokopi
perjanjian kerja sama sebagai joint operation;
Fotokopi NPWP
masing-masing anggota joint operation;
Fotokopi KTP
bagi penduduk Indonesia atau fotokopi paspor ditambah surat keterangan tempat
tinggal dari instansi yang berwenang minimal Lurah atau Kepala Desa bagi orang
asing, dari salah seorang pengurus joint operation.
Wajib Pajak
dengan status cabang, orang pribadi pengusaha tertentu atau wanita kawin tidak pisah harta harus
melampirkan foto kopi surat keterangan terdaftar.
Apabila
permohonan ditandatangani orang lain harus dilengkapi dengan surat kuasa
khusus.
Wajib
Pajak Pindah
Dalam hal WP
pindah domisili atau pindah tempat kegiatan usaha, WP melaporkan diri ke KPP
lama maupun KPP baru dengan ketentuan:
Wajib Pajak
Orang Pribadi Usahawan Pindah tempat tinggal atau tempat kegiatan usaha atau
pekerjaan bebas adalah surat keterangan tempat tinggal baru atau tempat
kegiatan usaha atau pekerjaan bebas yang baru dari instansi yang berwenang
(Lurah atau Kepala Desa)
Wajib Pajak
Orang Pribadi Non Usaha, Surat keterangan tempat tinggal baru dari Lurah atau
Kepala Desa, atau surat keterangan dari pimpinan instansi perusahaannya.
Wajib Pajak Badan,
Pindah tempat kedudukan atau tempat kegiatan usaha adalah surat keterangan
tempat kedudukan atau tempat kegiatan yang baru dari Lurah atau Kepala Desa.
-
Penghapusan
NPWP dan Persyaratannya :
WP
meninggal dunia dan tidak meninggalkan warisan,
disyaratkan adanya fotokopi akte kematian atau laporan
kematian dari instansi yang berwenang;
Wanita kawin
tidak dengan perjanjian pemisahan harta dan penghasilan, disyaratkan adanya surat nikah/akte perkawinan
dari catatan sipil;
Warisan yang
belum terbagi dalam kedudukan sebagai Subjek Pajak. Apabila sudah
selesai dibagi, disyaratkan adanya keterangan tentang selesainya warisan
tersebut dibagi oleh para ahli waris;
WP Badan yang
telah dibubarkan secara resmi, disyaratkan adanya akte pembubaran yang
dikukuhkan dengan surat keterangan dari instansi yang berwenang;
Bentuk Usaha Tetap
(BUT) yang karena sesuatu hal kehilangan statusnya sebagai BUT, disyaratkan
adanya permohonan WP yang dilampiri dokumen yang mendukung bahwa BUT tersebut
tidak memenuhi syarat lagi untuk dapat digolongkan sebagai WP;
WP Orang Pribadi
lainnya yang tidak memenuhi syarat lagi sebagai WP.
Penerbitan
NPWP Secara Jabatan
KPP dapat
menerbitkan NPWP secara jabatan, apabila WP tidak mendaftarkan diri untuk
diberikan NPWP. Bila berdasarkan data yang dimiliki Direktorat Jenderal Pajak ternyata WP
memenuhi syarat untuk memperoleh NPWP maka terhadap wajib pajak yang
bersangkutan dapat diterbitkan NPWP secara sepihak oleh Direktorat Jenderal
Pajak.
-
Sanksi
yang berhubungan dengan NPWP
Setiap orang
yang dengan sengaja tidak mendaftarkan diri atau menyalahgunakan atau
menggunakan tanpa hak Pengukuhan Pengusaha Kena Pajak,
sehingga dapat merugikan pada pendapatan negara dipidana dengan pidana penjara paling lama 6
(enam) tahun dan denda paling tinggi 4 (empat) kali jumlah pajak terutang yang
tidak atau kurang bayar. A.Berdasarkan PER-31 tahun 2009 tentang Pedoman Teknis
dan Tata Cara Pemotongan, Penyetoran PPh Pasal 21 Pasal 20;
1)Bagi penerima
penghasilan yang PPh pasal 21 yang tidak memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak,
dikenakan pemotongan PPh Pasal 21 dengan tarif lebih tinggi 20% (dua puluh
persen) daripada tarif yang diterapkan terhadap Wajib Pajak yang memiliki NPWP
2)Jumlah PPh Pasal 21 yang harus dipotong sebagaimana yang dimaksud pada ayat
(1) adalah sebesar 120% (seratus dua
memiliki Nomor
Pokok Wajib Pajak 3)Pemotongan PPh Pasal 21 sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
hanya berlaku untuk pemotongan PPh Pasal 21 yang bersifat tidak final 4)Dalam
hal pegawai tetap atau penerima pensiun berkala sebagai penerima penghaslan
yang telah dipotong PPh Pasal 21 dengan tarif yang lebih tinggi sebagaimana
dimaksud pada ayat (1), mendaftarkan diri untuk memperoleh Nomor Pokok Wajib
Pajak dalam tahun kalender yang bersangkutan paling lama sebelum pemotongan PPh
Pasal 21 untuk masa pajak Desember, PPh Pasal 21 yang telah dipotong atas
selisih pengenaan tarif sebesar 20% (dua puluh persen) lebih tinggi tersebut
diperhitungkan dengan PPh Pasal 21 terhutang untuk bulan-bulan selanjutnya
setelah memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak
NPPKP (NOMOR PENGUKUHAN PENGUSAHA KENA
PAJAK)
-
Pengertian
Nomor Pengukuhan Pengusaha Kena Pajak
NPPKP
(No. pengukuhan pengusaha kena pajak) adalah setiap wajib pajak sebagai
pengusaha yang dikenakan pajak pertambahan nilai (PPN) berdasrkan undang-undang
PPN wajib melaporkan usahanya untuk dikukuhkan pengusaha kena pajak (PKP) dan
atau pengusaha yang dikukuhkan sebagai pengusaha kena pajak memiliki surat
pengukuhan kena pajak yang berisi identitas dan kewajban perpajakan Pengusaha
kena pajak.
-Fungsi-fungsi NPPKP adalah sebagai berikut :
1.
Untuk mengetahui identitas pengusaha kena pajak yang sebenarnya.
2.
Untuk melaksanakan hak dan kewajiban di pajak pertambahan nilai dan pajak
penjualan atas barang mewah.
3.
Untuk pengawasan terhadap administrasi perpajakan.
-Pencabutan PKP adalah sebagai berikut :
1.
Pengusaha PKP pindah alamat kewilayah kerja KPP lain
2.
Pindah tempat kedudukan
3.
Pindah tempat kegiatan usaha
4.
Perubahan status perusahaan.
SPT (SURAT PEMBERITAHUAN)
-
Pengertian
Surat Pemberitahuan (SPT).
SPT adalah surat yang oleh WP digunakan
untuk melaporkan penghitungan dan/atau pembayaran pajak, objek pajak dan/atau
bukan objek pajak, dan/atau harta dan kewajiban sesuai dengan ketentuan
per-UU-an Pajak.SPT terdiri dari :
a. SPT Tahunan PPh.
b. SPT Masa yang meliputi :
1. SPT Masa PPh;
2. SPT Masa PPN; dan
3. SPT Masa Pemungut PPN
SPT tersebut berbentuk: formulir kertas (hardcopy); atau e-SPT.
b. SPT Masa yang meliputi :
1. SPT Masa PPh;
2. SPT Masa PPN; dan
3. SPT Masa Pemungut PPN
SPT tersebut berbentuk: formulir kertas (hardcopy); atau e-SPT.
E-SPT
adalah data SPT WP dalam bentuk elektronik yang dibuat oleh WP dengan
menggunakan aplikasi e-SPT yang disediakan oleh DJP. Aplikasi e-SPT adalah
aplikasi dari DJP yang dapat digunakan WP untuk membuat e-SPT.
-
Kewajiban
menyampaikan SPT.
Kewajban melaporkan penghitungan
dan/atau pembayaran pajak, objek pajak dan/atau bukan objek pajak, dan/atau
harta dan kewajiban sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan
perpajakan dalam SPT tercantum dalam Pasal 3 ayat 1 UU KUP yang berbunyi sbb :
“Setiap WP wajib mengisi SPT dengan benar, lengkap, dan jelas, dalam bahasa Indonesia dengan menggunakan huruf Latin, angka Arab, satuan mata uang Rupiah, dan menandatangani serta menyampaikannya ke kantor DJP tempat WP terdaftar atau dikukuhkan atau tempat lain yang ditetapkan oleh Dirjen Pajak.”
“Setiap WP wajib mengisi SPT dengan benar, lengkap, dan jelas, dalam bahasa Indonesia dengan menggunakan huruf Latin, angka Arab, satuan mata uang Rupiah, dan menandatangani serta menyampaikannya ke kantor DJP tempat WP terdaftar atau dikukuhkan atau tempat lain yang ditetapkan oleh Dirjen Pajak.”
Yang
dimaksud dengan benar, lengkap, dan jelas dalam mengisi SPT adalah :
a. benar adalah benar dalam perhitungan, termasuk benar dalam penerapan ketentuan peraturan UU Pajak, dalam penulisan, dan sesuai dengan keadaan yang sebenarnya;
b. lengkap adalah memuat semua unsur-unsur yang berkaitan dengan objek pajak dan unsur-unsur lain yang harus dilaporkan dalam SPT; dan
c. jelas melaporkan asal-usul / sumber objek pajak dan unsur lain yg hrs diisikan dlm SPT.SPT yg telah diisi dgn benar, lengkap, dan jelas tersebut wajib disampaikan ke kantor DJP tempat WP terdaftar atau dikukuhkan atau tempat lain yang ditetapkan oleh DJP, dan kewajiban penyampaian SPT oleh Pemotong atau Pemungut Pajak dilakukan untuk setiap Masa Pajak.
a. benar adalah benar dalam perhitungan, termasuk benar dalam penerapan ketentuan peraturan UU Pajak, dalam penulisan, dan sesuai dengan keadaan yang sebenarnya;
b. lengkap adalah memuat semua unsur-unsur yang berkaitan dengan objek pajak dan unsur-unsur lain yang harus dilaporkan dalam SPT; dan
c. jelas melaporkan asal-usul / sumber objek pajak dan unsur lain yg hrs diisikan dlm SPT.SPT yg telah diisi dgn benar, lengkap, dan jelas tersebut wajib disampaikan ke kantor DJP tempat WP terdaftar atau dikukuhkan atau tempat lain yang ditetapkan oleh DJP, dan kewajiban penyampaian SPT oleh Pemotong atau Pemungut Pajak dilakukan untuk setiap Masa Pajak.
-
Tempat
dan cara pengambilan SPT
Pasal 3 ayat (2) UU KUP menyatakan, WP
mengambil sendiri SPT ditempat yg ditetapkan oleh Dirjen (pada kantor DJP atau
tempat lain yg diperkirakan mudah terjangkau oleh WP) atau mengambil dgn cara
lain yg tata cara pelaksanaannya diatur dgn atau berdasarkan Peraturan Menteri
Keuangan (PMK). Dalam PMK No. 181/PMK.03/2007 tgl 28-12- 2007 diatur :
SPT berbentuk formulir kertas (hardcopy) dapat diambil secara langsung di tempat yang ditetapkan oleh Dirjen Pajak.SPT berbentuk e-SPT dapat diambil secara langsung oleh WP dengan cara mengunduh format SPT atau aplikasi e-SPT dari situs DJP.
- Penandatangan SPT
SPT berbentuk formulir kertas (hardcopy) dapat diambil secara langsung di tempat yang ditetapkan oleh Dirjen Pajak.SPT berbentuk e-SPT dapat diambil secara langsung oleh WP dengan cara mengunduh format SPT atau aplikasi e-SPT dari situs DJP.
- Penandatangan SPT
Mengenai kewajiban WP menandatangani
SPT, selain diatur dalam Pasal 3 ayat 1 UU KUP, juga disebut dalam Pasal 4 ayat
1 yang berbunyi bahwa:”WP wajib mengisi dan menyampaikan SPT dengan benar,
lengkap, jelas, dan menandatanganinya.”
Bagi WP Badan
yang berhak menandatangani SPT tersebut adalah pengurus atau direksi (Pasal 4
ayat 2 UU KUP). Meskipun yang dimaksud dengan pengurus sebagaimana diuraikan
dalam penjelasan Pasal 32 ayat 4 UU KUP adalah termasuk orang yang nyata-nyata
mempunyai wewenang dalam menentukan kebijaksanaan dan/atau mengambil keputusan
dalam rangka menjalankan kegiatan perusahaan, misalnya berwenang menandatangani
kontrak dengan pihak ketiga, menandatangani cek, dan sebagainya walaupun orang
tersebut tidak tercantum namanya dalam susunan pengurus yang tertera dalam akte
pendirian maupun akte perubahan, dan termasuk pula bagi komisaris dan pemegang
saham mayoritas atau pengendali, namun untuk penandatangan SPT sebaiknya tetap
orang yang namanya tercantum dalam susunan pengurus yang tertera dalam akte
pendirian maupun akte perubahan. Ketentuan mengenai orang yang tidak tercantum
namanya dalam akte pendirian beserta perubahannya yang dianggap sebagai
pengurus tepat diberlakukan bagi kewajiban perpajakan lainnya seperti misalnya
untuk kepentingan penagihan pajak.
SPT yang
disampaikan wajib ditandatangani oleh WP atau Kuasa WP.
Dalam hal WP menunjuk seorang kuasa dengan surat kuasa khusus untuk mengisi dan menanda tangani SPT, surat kuasa khusus tersebut harus dilampirkan pada SPT. (Pasal 4 ayat 3 UU KUP).
Dalam hal WP menunjuk seorang kuasa dengan surat kuasa khusus untuk mengisi dan menanda tangani SPT, surat kuasa khusus tersebut harus dilampirkan pada SPT. (Pasal 4 ayat 3 UU KUP).
Penandatanganan
SPT oleh WP / Kuasa WP dapat dilakukan secara biasa, tanda tangan stempel, atau
tanda tangan elektronik atau digital, yang semuanya mempunyai kekuatan hukum
yang sama dengan tanda tangan biasa. Tanda tangan elektronik atau tanda tangan
digital adalah informasi elektronik yang dilekatkan, memiliki hubungan langsung
atau terasosiasi pada suatu informasi elektronik lain termasuk sarana administrasi
perpajakan yang ditujukan oleh WP atau kuasanya untuk menunjukan identitas dan
status yang bersangkutan. (PMK No. 181/PMK.03/2007)
- Cara penyampaian SPT
PenyampaianSPT oleh WP dapat dilakukan :
secara langsung dan diberikan tanda penerimaan surat; melalui pos dengan bukti pengiriman surat; atau dengan cara lain seperti: melalui perusahaan jasa ekspedisi/kurir dengan bukti pengiriman surat; atau
e-Filing melalui ASP (Penyedia Jasa Aplikasi) dan diberikan Bukti Penerimaan Elektronik.
E-Filing adalah cara penyampaian SPT / Perpanjangan SPT Tahunan yg dilakukan secara on-line dan real time melalui Application Service Provider (ASP). (PMK No. 181/PMK.03/2007)
secara langsung dan diberikan tanda penerimaan surat; melalui pos dengan bukti pengiriman surat; atau dengan cara lain seperti: melalui perusahaan jasa ekspedisi/kurir dengan bukti pengiriman surat; atau
e-Filing melalui ASP (Penyedia Jasa Aplikasi) dan diberikan Bukti Penerimaan Elektronik.
E-Filing adalah cara penyampaian SPT / Perpanjangan SPT Tahunan yg dilakukan secara on-line dan real time melalui Application Service Provider (ASP). (PMK No. 181/PMK.03/2007)
-
Batas
waktu penyampaian SPT.
Batas waktu
penyampaian SPT pada pasal 3 ayat 3 UU KUP diatur sbb :
a) SPT Masa,
paling lama 20 (dua puluh) hari setelah akhir Masa Pajak;
b) SPT Tahunan
PPh WP Orang Pribadi, paling lama 3 bulan setelah akhir Tahun Pajak;
c) SPT Tahunan
PPh WP Badan, paling lama 4 bulan setelah akhir Tahun Pajak.
- Sanksi karena tidak menyampaikan SPT.
Sanksi bagi WP
yang tidak menyampaikan SPT, dapat berupa sanksi administrasi ataupun sanksi
pidana. Sanksi administrasi dapat berupa denda sebagaimana diatur dalam Pasal 7
UU KUP atau berupa kenaikan sebagaimana diatur dalam Pasal 13 ayat 3 UU KUP.
Sanksi pidana dapat berupa kurungan atas tindak pidana kealpaan sebagaimana
diatur dalam Pasal 38 UU KUP ataupun penjara atas tindak pidana kesengajaan
sebagaimana diatur dalam Pasal 39 UU KUP.
A. Surat Teguran
atas SPT yang tidak disampaikan.
Apabila SPT tidak disampaikan sesuai batas waktu yang ditentukan atau batas waktu perpanjangan penyampaian SPT Tahunan, dapat diterbitkan Surat Teguran (Pasal 3 ayat 5a UU KUP). Penerbitan Surat Teguran, disamping merupakan bentuk pembinaan terhadap WP, juga merupakan syarat bagi dikenainya WP yang bersangkutan dengan sanksi administrasi berupa kenaikan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat 1 huruf b dan Pasal 13 ayat 3 UU KUP.
B. Sanksi administrasi berupa denda.
Pasal 7 ayat (1) UU KUP menyatakan apabila SPT tidak disampaikan dalam jangka waktunya atau batas waktu perpanjangan penyampaian SPT, dikenai sanksi administrasi berupa denda sebesar:
Rp500.000,00 (lima ratus ribu rupiah) untuk SPT Masa PPN,
Rp100.000,00 (seratus ribu rupiah) untuk SPT Masa lainnya,
Rp1.000.000,00 (satu juta rupiah) untuk SPT Tahunan PPh WP Badan
Rp100.000,00 (seratus ribu rupiah) untuk SPT Tahunan PPh WP Orang Pribadi.
Apabila SPT tidak disampaikan sesuai batas waktu yang ditentukan atau batas waktu perpanjangan penyampaian SPT Tahunan, dapat diterbitkan Surat Teguran (Pasal 3 ayat 5a UU KUP). Penerbitan Surat Teguran, disamping merupakan bentuk pembinaan terhadap WP, juga merupakan syarat bagi dikenainya WP yang bersangkutan dengan sanksi administrasi berupa kenaikan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat 1 huruf b dan Pasal 13 ayat 3 UU KUP.
B. Sanksi administrasi berupa denda.
Pasal 7 ayat (1) UU KUP menyatakan apabila SPT tidak disampaikan dalam jangka waktunya atau batas waktu perpanjangan penyampaian SPT, dikenai sanksi administrasi berupa denda sebesar:
Rp500.000,00 (lima ratus ribu rupiah) untuk SPT Masa PPN,
Rp100.000,00 (seratus ribu rupiah) untuk SPT Masa lainnya,
Rp1.000.000,00 (satu juta rupiah) untuk SPT Tahunan PPh WP Badan
Rp100.000,00 (seratus ribu rupiah) untuk SPT Tahunan PPh WP Orang Pribadi.
Ayat (2) menyatakan bahwa “sanksi administrasi berupa denda diatas tidak dilakukan terhadap”:
a. WP Orang Pribadi yang telah meninggal dunia;
b. WP Orang Pribadi yang sudah tidak melakukan kegiatan usaha atau pekerjaan bebas;
c. WP Orang Pribadi yg berstatus sebagai W N A yg tidak tinggal lagi di Indonesia;
d. BUT yang tidak melakukan kegiatan lagi di Indonesia;
e. WP Badan yg tidak melakukan usaha lagi tetapi belum bubar sesuai dgn ketentuannya
f. Bendahara yang tidak melakukan pembayaran lagi;
g. WP yang terkena bencana, yang ketentuannya diatur dengan Per. Menkeu; atau
h. WP lain yg diatur dengan atau berdasarkan PMK.
Yg dimaksud dgn WP lain tersebut pada huruf h berdasarkan PMK No. 186/PMK.03/2007
a. WP Orang Pribadi yang telah meninggal dunia;
b. WP Orang Pribadi yang sudah tidak melakukan kegiatan usaha atau pekerjaan bebas;
c. WP Orang Pribadi yg berstatus sebagai W N A yg tidak tinggal lagi di Indonesia;
d. BUT yang tidak melakukan kegiatan lagi di Indonesia;
e. WP Badan yg tidak melakukan usaha lagi tetapi belum bubar sesuai dgn ketentuannya
f. Bendahara yang tidak melakukan pembayaran lagi;
g. WP yang terkena bencana, yang ketentuannya diatur dengan Per. Menkeu; atau
h. WP lain yg diatur dengan atau berdasarkan PMK.
Yg dimaksud dgn WP lain tersebut pada huruf h berdasarkan PMK No. 186/PMK.03/2007
adalah WP yg tidak dapat menyampaikan SPT dalam
jangka waktu yg telah ditentukan karena keadaan antara lain : a. kerusuhan
massal; b. kebakaran; c. ledakan bom atau aksi terorisme; d. perang antar suku;
atau e. kegagalan sistem komputer administrasi penerimaan negara atau
perpajakan.
Penetapan WP tersebut dilakukan dengan Keputusan Dirjen Pajak.
Penetapan WP tersebut dilakukan dengan Keputusan Dirjen Pajak.
C. Sanksi administrasi berupa kenaikan.
Sanksi
administrasi berupa kenaikan dapat dikenakan melaui penerbitan SKP KB apabila
SPT tidak disampaikan dalam jangka waktunya dan setelah ditegur secara
tertulis, tetap tidak disampaikan pada waktunya sebagaimana ditentukan dalam
Surat Teguran (Pasal 13 ayat 1 huruf b UU KUP). Dari Jumlah pajak dalam SKP KB
yang diterbitkan ditambah dengan sanksi administrasi berupa kenaikan sesuai
dengan Pasal 13 ayat 3 UU KUP.
D. Sanksi pidana kurungan.
Pidana kurungan dalam Pasal 38 UU KUP dikenakan
terhadap setiap orang yang karena kealpaannya tidak menyampaian SPT.
Pasal 38 UU KUP tersebut berbunyi:” Setiap orang yang karena kealpaannya:
Pasal 38 UU KUP tersebut berbunyi:” Setiap orang yang karena kealpaannya:
a. tidak
menyampaikan SPT; atau
b. menyampaikan
SPT, tetapi isinya tidak benar atau tidak lengkap, atau melampirkan keterangan
yg isinya tidak benar sehingga dapat menimbulkan kerugian pada pendapatan
negara dan perbuatan tersebut merupakan perbuatan setelah perbuatan yang
pertama kali sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13A,
didenda paling
sedikit 1 kali jumlah pajak terutang yg tidak atau kurang dibayar dan paling
banyak 2 kali jumlah pajak terutang yg tidak atau kurang dibayar, atau dipidana
kurungan paling singkat 3 bulan atau paling lama 1 tahun.”
Yang dimaksud
dengan perbuatan yang pertama kali sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13A adalah
“WP yang karena kealpaannya tidak menyampaikan SPT atau menyampaikan SPT,
tetapi isinya tidak benar atau tidak lengkap, atau melampirkan keterangan yang
isinya tidak benar sehingga dapat menimbulkan kerugian pada pendapatan negara,
tidak dikenai sanksi pidana apabila kealpaan tersebut pertama kali dilakukan
oleh WP dan WP tersebut wajib melunasi kekurangan pembayaran jumlah pajak yang
terutang beserta sanksi administrasi berupa kenaikan sebesar 200 % dari jumlah
pajak yg kurang dibayar yang ditetapkan melalui penerbitan SKP KB”.
E. Sanksi pidana penjara.
Pasal 39 ayat 1
huruf c dan d UU KUP menyatakan ”Setiap orang yang dengan sengaja:
c. tidak
menyampaikan SPT;
d. menyampaikan
SPT dan/atau keterangan yang isinya tidak benar atau tidak lengkap, terkena
sanksi pidana antara 6 bulan s/d 6 tahun dan denda antara 2 s/d 4 kali.
SSP (SURAT SETORAN PAJAK)
Surat Setoran Pajak (SSP) adalah bukti
pembayaran atau penyetoran pajak yang telah dilakukan dengan menggunakan
formulir atau telah dilakukan dengan cara lain ke kas negara melalui tempat pembayaran yang ditunjuk oleh
Menteri
Keuangan[1]
Bentuk Formulir SSP
Bentuk dan isi formulir SSP adalah sebagaimana yang
ditepkan dalam lampiran I Peraturan Dirjen Pajak Nomor
PER-38/PJ/2009
tentang Bentuk Formulir Surat Setoran Pajak.
Formulir SSP dibuat dalam rangkap empat, dengan
peruntukan sebagai berikut:
Apabila diperlukan, SSP dapat dibuat dalam rangkap lima
dengan peruntukan lembar ke-5 untuk arsip Wajib Pungut atau pihak lain sesuai dengan ketentuan perpajakan yang berlaku.
Tata cara pengisian formulir SSP dilakukan berdasarkan
Petunjuk Pengisian SSP sebagaimana ditetapkan dalam Lampiran I Peraturan Dirjen Pajak Nomor
PER-38/PJ/2009.
Pengisian Kode Akun Pajak dan Kode Jenis Setoran dalam formulir SSP dilakukan berdasarkan
Tabel Akun Pajak dan Kode Jenis Setoran sebagaimana
ditetapkan dalam Lampiran II Peraturan Dirjen Pajak Nomor PER-38/PJ/2009.
WP dapat mengadakan sendiri formulir SSP dengan bentuk
dan isi sesuai dengan formulir SSP sebagaimana dimaksud di atas.
Satu formulir SSP
hanya dapat digunakan untuk pembayaran satu jenis pajak dan untuk satu Masa Pajak atau satu Tahun Pajak/Surat
Ketetapan Pajak/Surat Tagihan Pajak dengan menggunakan satu Kode Akun Pajak dan
satu Kode Jenis Setoran.
Dikecualikan dari ketentuan ini, Wajib Pajak dengan kriteria tertentu sebagaimana dimaksud dalam Penjelasan Pasal 3 ayat (3a) huruf a Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan, dapat membayar Pajak Penghasilan Pasal 25 untuk beberapa Masa Pajak dalam satu SSP. Kriteria WP yang demikian ini diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 182/PMK.03/2007.
Dikecualikan dari ketentuan ini, Wajib Pajak dengan kriteria tertentu sebagaimana dimaksud dalam Penjelasan Pasal 3 ayat (3a) huruf a Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan, dapat membayar Pajak Penghasilan Pasal 25 untuk beberapa Masa Pajak dalam satu SSP. Kriteria WP yang demikian ini diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 182/PMK.03/2007.
Referensi
SKP
(SURAT KETETAPAN PAJAK)
Surat
Ketetapan Pajak (SKP) adalah surat ketetapan yang diterbitkan oleh Direktorat Jenderal
Pajak (c.q. Kantor Pelayanan Pajak/KPP) berdasarkan hasil pemeriksaan pajak
maupun penelitian SPT (umumnya SKP diterbitkan berdasarkan hasil pemeriksaan
terhadap SPT WP). SKP dapat berupa SKP-LB, SKP-KB, SKP-KBT, atau
SKP-Nihil.
SKP-LB atau
Surat Ketetapan Pajak Lebih Bayar adalah surat ketetapan pajak yang menyatakan
adanya kelebihan pembayaran pajak (Lebih Bayar/LB).
SKP-KB atau
Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar adalah surat ketetapan pajak yang menyatakan
adanya kekurangan pembayaran pajak (Kurang Bayar/KB). Jumlah KB yang
tercantum dalam SKP-KB jatuh tempo dalam satu bulan sejak SKP tersebut
diterbitkan. Namun jika Wajib Pajak mengajukan Keberatan, maka KB
tersebut belum dianggap sebagai utang pajak dan jatuh tempo pembayarannya diundur
hingga satu bulan setelah terbitnya Surat Keputusan Keberatan.
SKP-KBT atau
Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan adalah surat ketetapan pajak
susulan setelah SKP-KB yang pertama diterbitkan. SKP ini bisa muncul manakala
kantor pajak mendapatkan data/keterangan/informasi baru (novum) yang menyatakan
adanya kekurangan pembayaran pajak sementara terhadap Wajib Pajak tersebut
sebelumnya sudah diterbitkan SKP-KB.
SKP Nihil adalah
surat ketetapan pajak yang menyatakan bahwa jumlah pajak yang terutang sama
besarnya dengan jumlah kredit pajak yang dapat diperhitungkan, alias tidak
kurang maupun tidak lebih bayar.
SKPKB
(SURAT KETETAPAN PAJAK KURANG BAYAR)
Surat
Ketetapan Pajak Kurang Bayar ( Pasal 13 Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2007 )
-
|
SKPKB adalah
surat ketetapan pajak yang menentukan besarnya jumlah pokok pajak, jumlah
kredit pajak, jumlah pembayaran pokok pajak, besarnya sanksi administrasi,
dan jumlah yang masih harus dibayar.
|
|||
-
|
SKPKB dapat
diterbitkan dalam jangka waktu 10 tahun dalam hal :
|
|||
|
-
|
Berdasarkan
hasil pemeriksaan/keterangan lain, pajak yang terutang tidak atau kurang
dibayar. Atas pajak yang tidak/kurang dibayar tersebut ditambah sanksi
administrasi bunga sebesar 2% per bulan maksimum 24 bulan (berlaku baik atas
PPh, PPN, maupun PPn BM).
|
||
|
-
|
SPT tidak
disampaikan dalam jangka waktu yang ditentukan dalam Surat Tegoran. Atas
jumlah pajak yang terutang dikenakakan sanksi kenaikan sbb :
|
||
|
|
-
|
PPh Sendiri
(Badan/Orang Pribadi/BUT), kenaikan sebesar 50%
|
|
|
|
-
|
PPh
Pemotongan/Pemungutan, kenaikan sebesar 100%
|
|
|
|
-
|
PPN/PPn BM,
kenaikan sebesar 100%.
|
|
|
|
-
|
Berdasarkan
hasil pemeriksaan PPN/PPn BM disimpulkan bahwa ; terdapat PPN yang seharusnya
tidak dikompensasikan atau tidak dikenakan tarif 0%. Atas jumlah pajak yang
terutang dikenakan sanksi kenaikan sebesar 100%.
|
|
|
|
-
|
Kewajiban
Pasal 28 Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2007 (perihal pembukuan) dan Pasal 29
Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2007 (berkenaan dengan pemeriksaan) tidak
dipenuhi. Atas jumlah pajak yang terutang dikenakan sanksi kenaikan sebesar :
|
|
|
|
|
a)
|
100% untuk PPh
sendiri (PPh Orang Pribadi/Badan/BUT).
|
|
|
|
b)
|
50% untuk PPh
Pemotongan/Pemungutan.
|
|
|
-
|
SKPKB dapat
diterbitkan meskipun jangka waktu 10 tahun telah lewat, dalam hal wajib pajak
dipidana karena melakukan tindak pidana di bidang perpajakan oleh pengadilan
yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap. Atas jumlah pajak yang terutang
dikenakan sanksi bunga 48% dari jumlah pajak yang tidak atau kurang dibayar.
|
Contoh :
PT X mempunyai
tahun buku sama dengan tahun takwin memasukkan SPT Tahunan PPh Badan untuk
tahun pajak 2001 tepat pada waktunya yang disertai dengan setoran akhir .
Pada bu1an April
2003 dikeluarkan SKPKB yang menunjukkan kekurangan pajak yang terutang sebesar
Rp 2.000.000,- (dua juta rupiah). Berdasarkan ketentuan di atas maka atas
kekurangan tersebut dikenakan sanksi bunga 2% ( dua persen) per bulan.
Walaupun SKPKB
tersebut diterbitkan lebih dari 2 (dua) tahun sejak berakhirnya tahun pajak,
sanksi bunga yang dikenakan atas kekurangan tersebut hanya untuk masa dua tahun
dengan perhitungan sebagai berikut :
- Kekurangan
pajak yang
terutang
Rp 2.000.000,-
- Bunga 2 tahun
= 2% x 2 x 12 x Rp 2.000.000,- Rp
960.000,-(+)
Masih harus
dibayar
Rp 2.960.000,-
Seandainya Surat Ketetapan Pajak tersebut diterbitkan bulan Juni 2002 maka perhitungannya ada1ah sebagai berikut:
Seandainya Surat Ketetapan Pajak tersebut diterbitkan bulan Juni 2002 maka perhitungannya ada1ah sebagai berikut:
- Kekurangan
pajak yang
terutang
Rp 2.000.000.-
- Bunga 18 bulan
= 2% x 18 x Rp 2.000.000.-
Rp 720.000.-(+)
Masih harus
dibayar
Rp 2.720.000.-
|
|
|
Pasal
13 UU KUP
|
Pasal
13 ayat (5) UU KUP
SKPKBT (SURAT KETETAPAN PAJAK KURANG
BAYAR TAMBAHAN)
Surat
Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan ( Pasal 15 Undang-Undang Nomor 28 Tahun
2007 )
-
|
SKPKBT adalah
surat ketetapan pajak yang menentukan tambahan atas jumlah pajak yang telah
ditetapkan (dalam surat ketetapan pajak yang telah diterbitkan sebelumnya).
|
-
|
SKPKBT dapat
diterbitkan oleh Dirjen Pajak dalam jangka 10 tahun sesudah saat pajak
terutang, berakhirnya masa pajak, bagian tahun pajak atau tahun pajak,
apabila ditemukan data baru (novum) dan/atau data yang semula belum terungkap
yang mengakibatkan penambahan jumlah pajak yang terutang.
|
-
|
Jumlah pajak
yang terutang dalam Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan, ditambah
dengan sanksi administrasi berupa kenaikan 100% dari jumlah kekurangan pajak
tersebut.
|
-
|
Kenaikan
sebesar 100% tersebut tidak dikenakan apabila SKPKBT tersebut diterbitkan
berdasarkan keterangan tertulis dari wajib pajak atas kehendak sendiri,
dengan syarat Dirjen Pajak belum mulai malakukan tindakan pemeriksaan.
|
-
|
Apabila jangka
waktu 10 Tahun tersebut telah lewat, SKPKBT tetap dapat diterbitkan ditambah
sanksi bunga sebesar 48% dari jumlah yang tidak atau kurang dibayar, dalam
hal Wajib Pajak setelah lewat 10 tahun tersebut dipidana karena melakukan
tindak pidana dibidang perpajakan berdasarkan putusan pengadilan yang telah
memperoleh kekuatan hukum tetap.
|
SKPLB (SURAT
KETETAPAN PAJAK LEBIH BAYAR)
Surat
Ketetapan Pajak Lebih Bayar ( Pasal 17, Pasal 17B, dan Pasal 17C Undang-Undang
Nomor 28 TAHUN 2007 ) :
-
|
SKPLB adalah
surat ketetapan pajak yang menentukan jumlah kelebihan pembayaran pajak
karena jumlah kredit pajak lebih besar dari pada pajak yang terutang atau
tidak seharusnya terutang.
|
-
|
SKPLB
diterbitkan sehubungan dengan hasil pemeriksaan baik atas SPT LB yang
diajukan restitusi, SPT LB yang tidak diajukan restitusi, SPT Nihil, maupun
SPT KB.
|
-
|
Dalam hal SPT
LB diajukan restitusi, Ditjen Pajak harus menerbitkan surat ketetapan pajak
(SKPLB atau SKPN atau SKPKB) dalam jangka waktu 12 bulan. Dan apabila dalam
jangka waktu 12 bulan tersebut belum diterbitkan SKPLB, maka permohonan restitusi
wajib pajak dianggap dikabulkan, dan SKPLB harus diterbitkan
selambat-lambatnya dalam jangka waktu 1 bulan setelah 12 bulan tersebut
terlewati. Atas pajak yang lebih dibayar ini (sama dengan lebih bayar pada
SPT) ditambah bunga 2% per bulan (Pasal 17B Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2007
).
|
-
|
Dalam hal
permohonan restitusi atas SPT LB tersebut diajukan oleh Wajib Pajak dengan
kriteria tertentu, Dirjen Pajak setelah melakukan penelitian harus
menerbitkan Surat Keputusan Pendahuluan Kelebihan Pajak (SKPKP) paling lambat
3 bulan sejak permohonan diterima (untuk PPh) dan paling lambat 1 bulan sejak
permohonan diterima (untuk PPN).
|
-
|
Setelah
menerbitkan SKPKP tersebut di atas, Dirjen Pajak masih dapat melakukan
pemeriksaan terhadap wajib pajak dimaksud dan menerbitkan surat ketetapan
pajak. Dan apabila hasil pemeriksaan tersebut berupa SKPKB, jumlah kekurangan
pajaknya dikenakan sanksi kenaikan 100%.
|
-
|
Hasil
pemeriksaan atas SPT Lebih Bayar tanpa permohonan restitusi, SPT Nihil,
maupun SPT Kurang Bayar yang hasilnya menunjukkan jumlah kredit pajak (jumlah
pajak yang telah dibayar) lebih besar dari pada jumlah pajak yang terutang
atau telah dilakukan pembayaran pajak yang tidak seharusnya terutang (Pasal
17 Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2007 ).
|
-
|
Hasil pemeriksaan
atas SPT Lebih Bayar dengan permohonan restitusi
|
SKPN
(SURAT KETETAPAN PAJAK NIHIL)
Pengertian Surat Ketetapan Pajak Nihil
(SKPN)
Pengertian Surat
Ketetapan Pajak Nihil (SKPN) adalah : surat ketetapan pajak (SKP) yang
menentukan jumlah pokok pajak sama besarnya dengan jumlah kredit pajak atau
pajak tidak terutang dan tidak ada kredit pajak. Surat Ketetapan Pajak Nihil
(SKPN) terjadi sebagai hasil pemeriksaan pajak, antara lain disebabkan oleh :
Jumlah Pajak yang terutang menurut pemeriksa sama dengan jumlah pajak yang
terutang menurut laporan SPT Wajib Pajak sehingga tidak ada koreksi pajak oleh
pemeriksa, biasanya untuk SPT yang dilaporkan Nihil atau Kurang Bayar. Jumlah
Pajak yang terutang menurut pemeriksa lebih besar daripada jumlah pajak yang
terutang menurut laporan SPT Wajib Pajak, biasanya untuk SPT yang dilaporkan
Lebih Bayar. Dalam hal ini pemeriksa melakukan koreksi terhadap pajak terutang
akan tetapi jumlah pajak yang terutang sama dengan kredit pajak sehingga tidak
ada pajak yang kurang bayar sehingga diterbitkan Surat Ketetapan Pajak Nihil
(SKPN). Jumlah kredit pajak menurut pemeriksa lebih kecil daripada kredit pajak
menurut laporan SPT Wajib Pajak , biasanya untuk SPT yang dilaporkan Lebih
Bayar. Dalam hal ini pemeriksa melakukan koreksi terhadap kredit pajak akan
tetapi jumlah pajak yang terutang sama dengan kredit pajak sehingga tidak ada
pajak yang kurang bayar sehingga diterbitkan Surat Ketetapan Pajak Nihil
(SKPN). Surat Ketetapan Pajak Nihil (SKPN) dapat diterbitkan atas pemeriksaan
terhadap SPT yang dilaporkan oleh wajib pajak yang berstatus Nihil, Kurang
Bayar dan Lebih Bayar. Terhadap Surat Ketetapan Pajak Nihil (SKPN) diterbitkan
oleh kantor pajak wajib pajak dapat melakukan upaya hukum sebagai berikut :
Mengajukan permohonan keberatan atas Surat Ketetapan Pajak Nihil (SKPN),
biasanya dilakukan oleh wajib pajak yang mengajukan permohonan restitusi atau
pengembalian pajak yang telah dibayar (SPT LB) tetapi ditolak dan malah
menerima Surat Ketetapan Pajak Nihil (SKPN).
STP
(SURAT TAGIHAN PAJAK)
Pengertian STP (
Pasal 1 Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2007 )
-
|
STP adalah
surat yang digunakan untuk melakukan tagihan pajak dan/atau sanksi
administrasi berupa bunga dan/atau denda.
|
|
-
|
Surat Tagihan
Pajak mempunyai kekuatan hukum yang sama dengan surat ketetapan pajak.
|
|
-
|
Fungsi STP :
|
|
|
1.
|
Sebagai
koreksi atas jumlah pajak yang terutang menurut SPT Wajib Pajak,
|
|
2.
|
Sarana untuk
mengenakan sanksi berupa bunga atau denda.
|
|
3.
|
Sarana untuk
menagih pajak.
|
Sebab
Dikeluarkannya STP : (Pasal 14 ayat (1) Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2007)
-
|
Pajak
penghasilan dalam tahun berjalan tidak atau kurang dibayar .
|
-
|
Dari hasil
penelitian Surat Pemberitahuan terdapat kekurangan pembayaran pajak sebagai
akibat salah tulis dan atau salah hitung.
|
-
|
Wajib pajak
dikenakan sanksi administrasi berupa denda dan/atau bunga.
|
-
|
Pengusaha yang
dikenakan pajak berdasarkan Undang-Undang PPN tetapi tidak melaporkan
kegiatan usahanya untuk dikukuhkan sebagai PKP.
|
-
|
Pengusaha yang
tidak dikukuhkan sebagai PKP tetapi membuat faktur pajak atau pengusaha telah
dikukuhkan sebagai PKP tetapi tidak membuat Faktur Pajak atau membuat faktur
pajak tetapi tidak tepat waktu atau tidak mengisi selengkapnya faktur pajak.
|
SURAT TAGIHAN
PAJAK ( Pasal 14 Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2007)
Sanksi Administrasi STP :
-
|
Sanksi
administrasi berupa denda Rp 50.000 ,- jika Wajib Pajak tidak atau terlambat
penyampaian SPT Masa dan Rp 100.000,- jika tidak atau terlambat menyampaikan
SPT Tahunan.
|
-
|
Sanksi
administrasi berupa denda 2% dari Dasar Pengenaan Pajak dalam hal Pengusaha
yang dikenakan pajak berdasarkan Undang-Undang PPN tetapi tidak melaporkan
kegiatan usahanya untuk dikukuhkan sebagai PKP atau Pengusaha yang tidak
dikukuhkan sebagai PKP tetapi membuat faktur pajak atau pengusaha te1ah
dikukuhkan sebagai PKP tetapi tidak membuat Faktur Pajak atau membuat faktur
pajak tetapi tidak tepat waktu atau tidak mengisi selengkapnya faktur pajak.
|
-
|
Sanksi
administrasi berupa bunga dalam hal Wajib Pajak membetulkan sendiri SPTnya,
dimana hasil pembetulan tersebut menyatakan kurang bayar.
|
-
|
Sanksi
administrasi berupa bunga apabila Wajib Pajak terlambat/ tidak membayar pajak
yang sudah jatuh tempo pembayarannya.
|
Contoh
Penghitungan Sanksi Administrasi atas STP :
Hasil penelitian
Surat Pemberitahuan :
Surat
Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan tahun 2001 yang disampaikan tanggal 31
Maret 2002 setelah dilakukan penelitian ternyata terdapat salah hitung yang
menyebabkan Pajak Penghasilan kurang bayar sebesar Rp 2.000.000,-. Atas
kekurangan Pajak Penghasilan tersebut diterbitkan Surat Tagihan Pajak tanggal
14 Juni 2002 dengan penghitungan sebagai berikut:
-
|
Kekurangan
bayar pajak Penghasilan Rp 2.000.000,-
|
-
|
Bunga = 3 x 2%
x Rp 2.000.000,- Rp
120.000,-(-)
|
-
|
Jumlah yang
harus
dibayar
Rp 2.120.000,-
|
Dalam Hal Pajak
Dibayar Setelah Tanggal Jatuh Tempo :
-
|
Surat
Ketetapan Pajak Kurang Bayar (SKPKB) Pajak Penghasilan tahun 2001 diterbitkan
tanggal 18 September 2002 (misalnya jatuh tempo tanggal 17 Oktober 2002)
sebagai berikut :
|
|
|
-
|
PPh
terutang
Rp 100.000.000,-
|
|
-
|
Kredit pajak
Nihil
|
|
-
|
Yang masih
harus dibayar Rp
100.000.000,-
|
|
Wajib Pajak
membayar tanggal 30 0ktober 1996 sebesar Rp 100.000.000,-. STP diterbitkan
dengan penghitungan bunga sebagai berikut :
|
|
|
-
|
Pajak yang terlambat
dibayar sebesar Rp 100.000.000,-
|
|
-
|
Bunga 1 bulan
= 1x 2% x Rp 100.000.000,- = Rp 2.000.000,-
|
-
|
PPN yang masih
harus dibayar masa April 2001 sebesar Rp 500.000.000,- dibayar tanggal 21
Juni 2001, misalnya jatuh tempo tanggal 15 Mei 2001.
|
Bunga terutang
dalam STP dihitung 2 bulan = 2 x 2% x Rp 500.000.000,- = Rp 20.000.000,-
-
|
PPh Pasa1 23
yang terutang bulan Oktober 2001 sebesar Rp 100.000.000,- disetor tanggal 15
Desember 2001, misa1nya jatuh tempo tangga1 10 November 2001.
|
|
|
Bunga terutang
dalam STP dihitung 2 bu1an = 2 x 2% x Rp 100.000.000,- = Rp 4.000.000,-
|
|
-
|
Dalam hal
pajak dibayar sebagian tepat waktu dan sebagian setelah tanggal jatuh tempo.
|
|
|
Surat
Ketetapan Pajak Kurang Bayar (SKPKB) Pajak Penghasilan tahun 1995 diterbitkan
tanggal 18 September 2001 (misa1nya jatuh tempo tanggal 17 Oktober 2001)
sebagai berikut:
|
|
|
-
|
Pajak
Penghasilan
terutang
Rp 100.000.000,-
|
|
-
|
Kredit
pajak
N i h i l
|
|
-
|
Yang masih
harus
dibayar
Rp l00.000.000,-
|
|
Wajib Pajak
Membayar:
|
|
|
-
|
Tanggal 15
Oktober
2001
Rp 60.000.000,-
|
|
-
|
Tangga1 30
Oktober
2001
Rp 40.000.000,-
|
|
Surat Tagihan
Pajak diterbitkan dengan penghitungan bunga sebagai berikut :
|
|
|
-
|
Pajak yang
terlambat dibayar sebesar Rp
40.000.000,-
|
|
-
|
Bunga 1 x 2% x
Rp
40.000.000,-
Rp 800.000,-
|
KEBERATAN
DAN BANDING
KEBERATAN, BANDING, GUGATAN DAN
PENINJAUAN KEMBALI
TATA
CARA PENGAJUAN KEBERATAN
Keberatan
adalah cara yang ditempuh oleh wajib Pajak jika merasa tidak/kurang puas atas
suatu ketetapan pajak yang dikenakan kepadanya atau atas pemotongan/pemungutan
oleh pihak ketiga.
Dalam
pelaksanaan ketentua peraturan perundang-undangan perpajakan kemungkinan
terjadi bahwa Wajib Pajak (WP) merasa kurang/ tidak puas atas suatu ketetapan
pajak yang dikenakan kepadanya atau atas pemotongan/ pemungutan oleh pihak
ketiga. Dalam hal ini WP dapat mengajukan keberatan.
Hal-hal
yang Dapat Diajukan Keberatan
Wajib Pajak
dapat mengajukan keberatan atas:
Surat Ketetapan
Pajak Kurang Bayar (SKPKB);
Surat Ketetapan
Pajak Kurang Bayar Tambahan (SKPKBT);
Surat Ketetapan
Pajak Lebih Bayar (SKPLB);
Surat Ketetapan
Pajak Nihil (SKPN);
Pemotongan atau
Pemungutan oleh pihak ketiga
Ketentuan
Pengajuan Keberatan
Keberatan
diajukan kepada Kepala Kantor Pelayanan Pajak (KPP) di tempat WP terdaftar,
dengan syarat:
Diajukan secara
tertulis dalam bahasa Indonesia.
Wajib
menyebutkan jumlah pajak yang terutang atau jumlah pajak yang dipotong atau
dipungut atau jumlah rugi menurut penghitungan WP dan disertai alasan-alasan
yang jelas.
Satu keberatan
harus diajukan untuk satu jenis pajak dan satu tahun/ masa pajak.
Pengajuan keberatan tidak menunda kewajiban membayar pajak dan pelaksanaan penagihan
pajak dan keberatan yang tidak memenuhi syarat, dianggap bukan Surat Keberatan,
sehingga tidak diproses.
Mulai 1 Januari
2008 dalam hal Wajib Pajak mengajukan keberatan atas surat ketetapan pajak,
Wajib Pajak wajib melunasi pajak yang harus dibayar paling sedikit sejumlah
yang disetujui
Wajib Pajak
dalam pembahasan akhir hasil pemeriksaan, sebelum surat keberatan disampaikan.
Jangka
Waktu Pengajuan Keberatan
Keberatan
harus diajukan dalam Jangka waktu 3 (tiga) bulan sejak tanggal SKPKB, SKPKBT,
SKPLB, SKPN atau sejak tanggal dilakukan pemotongan/ pemungutan oleh pihak
ketiga.
Untuk surat
keberatan yang disampaikan langsung ke KPP, maka jangka waktu 3 (tiga) bulan
dihitung sejak tanggal SKPKB, SKPKBT, SKPLB, SKPN atau sejak dilakukan pemotongan/pemungutan
oleh pihak ketiga sampai saat keberatan diterima oleh Kantor Pelayanan Pajak.
Untuk surat
keberatan yang disampaikan melalui pos (harus dengan pos tercatat), jangka
waktu 3 bulan dihitung sejak tanggal SKPKB, SKPKBT, SKPLB, SKPN atau sejak
dilakukan pemotongan/ pemungutan oleh pihak ketiga sampai dengan tanggal tanda
bukti pengiriman melalui Kantor Pos dan Giro.
Jika lewat tiga
bulan, surat keberatan tidak dianggap karena tidak memenuhi syarat
formal.Tetapi juga membolehkan jangka waktu lebih dari tiga bulan jika “dalam
keadaan diluar kekuasaannya.” Inilah klausul yang sering dimanfaatkan oleh
Wajib Pajak.Pengajuan Keberatan tidak menunda kewajiban membayar pajak dan
pelaksanaan penagihan pajak.
Penyelesaian
Keberatan
Direktur Jenderal Pajak dalam jangka waktu paling lama 12 (dua betas) bulan
sejak tanggal surat keberatan diterima, harus memberikan keputusan atas
keberatan yang diajukan. Apabila dalam jangka waktu 12 (dua belas ) telah lewat
dan Direktorat Jenderal Pajak tidak memberi suatu keputusan, maka keberatan
yang diajukan tersebut dianggap diterima. Keputusan keberatan dapat berupa
menerima seluruhnya atau sebagian, menolak atau menambah besarnya jumlah pajak
terhutang.
Permintaan
Penjelasan/Pemberian Keterangan Tambahan
Untuk
keperluan pengajuan keberatan WP dapat meminta penjelasan/ keterangan tambahan
dan Kepala KPP wajib memberikan penjelasan secara tertulis hal-hal yang menjadi
dasar pengenaan, pemotongan, atau pemungutan.
WP dapat
menyampaikan alasan tambahan atau penjelasan tertulis sebelum surat keputusan
keberatannya diterbitkan.
Surat
Keputusan Keberatan
Surat
Keputusan Keberatan adalah surat keputusan atas keberatan terhadap surat
ketetapan pajak atau terhadap pemotongan atau pemungutan oleh pihak ketiga yang
diajukan oleh Wajib Pajak.
BANDING
SK
Keberatan tidak dapat menjadi Wajib Pajak puas. Masih ada satu kesempatan lagi
bagi Wajib Pajak untuk menguji pendapatnya, yaitu melalui proses banding ke
Pengadilan Pajak.
Tata
Cara Pengajuan Permohonan Banding
Apabila
WP tidak atau belum puas dengan keputusan yang diberikan atas keberatan, WP
dapat mengajukan banding kepada Pengadilan Pajak, dengan syarat:
Tertulis dalam
bahasa Indonesia,
Dalam jangka
waktu 3 bulan sejak keputusan atas keberatan diterima.
Alasan yang
jelas.
Dilampiri
salinan Surat Keputusan atas keberatan.
Terhadap satu
keputusan diajukan satu surat banding,
Jumlah pajak
yang terutang dimaksud telah dibayar sebesar 50%.
Pengajuan
permohonan banding tidak menunda kewajiban membayar pajak dan pelaksanaan
penagihan pajak. Putusan Pengadilan Pajak bukan merupakan keputusan Tata Usaha
Negara.
Imbalan
Bunga
Apabila
pengajuan keberatan atau permohonan banding diterima sebagian atau seluruhnya,
sepanjang utang pajak sebagaimana dimaksud dalam SKPKB dan SKPKBT telah dibayar
yang menyebabkan kelebihan pembayaran pajak, maka kelebihan pembayaran pajak
dikembalikan dengan ditambah imbalan bunga sebesar 2% (dua persen) sebulan,
paling lama 24 (dua puluh empat) bulan dihitung sejak tanggal pembayaran pajak
sampai dengan diterbitkannya Keputusan Keberatan atau Putusan Banding.
Gugatan
Wajib
Pajak atau Penanggung Pajak dapat mengajukan gugatan kepada PP terhadap :
Pelaksanaan
Surat Paksa, Surat Perintah Melaksanakan Penyitaan, atau Pengumuman Lelang;
Keputusan yang
berkaitan dengan pelaksanaan keputusan perpajakan selain yang ditetapkan dalam
Pasal 25 ayat (1) dan Pasal 26 UU KUP;
Keputusan
pembetulan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 UU KUP yang berkaitan dengan
STP;
Keputusan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 36 yang berkaitan dengan STP;
Jangka Waktu
Pengajuan Gugatan
Gugatan terhadap
angka 1 diajukan paling lambat 14 hari sejak pelaksanaan Surat Paksa, Surat
Perintah Melaksanakan Penyitaan atau Pengumuman Lelang;
Gugatan terhadap
angka 2, 3, dan 4 diajukan paling lambat 30 hari sejak tanggal diterima
Keputusan yang digugat.
Peninjauan
Kembali
Apabila
pihak yang bersangkutan tidak/belum puas dengan putusan Pengadilan Pajak, maka
pihak yang bersengketa dapat mengajukan Peninjauan Kembali kepada Mahkamah
Agung melalui Pengadilan Pajak dan hanya dapat diajukan satu kali
Alasan-alasan
Peninjauan Kembali
Putusan
Pengadilan Pajak didasarkan pada kebohongan atau tipu muslihat;
Terdapat bukti
tertulis baru penting dan bersifat menentukan;
Dikabulkan suatu
hal yang tidak dituntut atau lebih dari yang dituntut.
Ada suatu bagian
dari tuntutan belum diputus tanpa dipertimbangkan sebab-sebabnya;
Putusan
nyata-nyata tidak sesuai dengan ketentuan perundang-undangan yang berlaku.
Jangka Waktu
Peninjauan Kembali
Permohonan
Peninjauan Kembali dengan alasan sebagaimana dimaksud dalam angka 1 dan 2
diajukan paling lambat 3 bulan sejak diketahuinya kebohongan atau tipu muslihat
atau ditemukan bukti tertulis baru;
Permohonan
Peninjauan Kembali dengan alasan sebagaimana dimaksud dalam angka 3, 4, dan 5
diajukan paling lambat 3 bulan sejak putusan dikirim oleh Pengadilan Pajak.
Putusan
Banding
Putusan Banding adalah surat terbanding kepada Pengadilan Pajak yang berisi
jawaban atas alasan banding yang diajukan oleh pemohon banding.Putusan Banding
merupakan putusan akhir dan mempunyai kekuatan hukum tetap, serta bukan
Keputusan Tata Usaha Negara Dalam sejarah banding, jika dibuatkan prosentase
Putusan Banding, maka sebagian besar Putusan Banding berpihak ke Wajib Pajak.
Apabila pengajuan keberatan atau permohonan banding diterima sebagian atau seluruhnya maka kelebihan pembayaran dikembalikan dengan ditambah imbalan bunga sebesar 2% sebulan, untuk selama-lamanya 24 bulan.
Apabila pengajuan keberatan atau permohonan banding diterima sebagian atau seluruhnya maka kelebihan pembayaran dikembalikan dengan ditambah imbalan bunga sebesar 2% sebulan, untuk selama-lamanya 24 bulan.
SANKSI
PERPAJAKAN
SANKSI-SANKSI
PERPAJAKAN
A. Sanksi Administrasi
1.
PPh :
Denda, sebesar
Rp. 100.000,- apabila Surat Pemberitahuan (SPT) Masa tidak disampaikan sesuai
dengan batas waktu yaitu selambat-lambatnya 14 (empat) belas hari setelah bulan
takwim berakhir khusus untuk pemungutan Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 22 atau
paling lambat dua puluh hari setelah akhir Masa Pajak khusus untuk pemungutan
PPh Pasl 4 ayat (2), PPh Pasal 21 dan PPh Pasal 23; dan apabila Surat
Pemberitahuan Tahunan PPh tidak disampaikan sesuai dengan batas waktu yang
ditentukan , dikenakan denda sebesar Rp 1.000.000,- (satu juta rupiah) untuk
SPT Tahunan PPh WP Badan, sedangkan untuk WP Orang Pribadi denda sebesar Rp.
100.000,- .
Bunga, sebesar :
2% sebulan untuk
selama-lamanya 24 bulan atas jumlah pajak yang terutang tidak atau kurang
dibayar dalam hal :
WP membetulkan
sendiri SPT yang mengakibatkan utang pajak menjadi lebih besar sebelum
dilakukannya pemeriksaan;
PPh dalam tahun
berjalan tidak atau kurang dibayar dan/atau dari hasil penelitian SPT terdapat
kekurangan pembayaran pajak sebagai akibat salah tulis dan/atau salah hitung;
Terdapat
kekurangan pajak yang terutang dalam Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar (SKPKB)
berdasarkan hasil pemeriksaan atau keterangan lain;
Penghitungan
sementara pajak yang terutang kurang dari jumlah pembayaran pajak yang
sebenarnya terutang akibat diberikan ijin penundaan penyampaian SPT Tahunan.
2% sebulan dari
pajak yang kurang dibayar dalam hal Bendahara diperbolehkan mengangsur atau
menunda pembayaran pajak.
48% dari jumlah
pajak yang tidak atau kurang dibayar, dalam hal WP setelah jangka waktu sepuluh
tahun dipidana karena melakukan tindak pidana di bidang perpajakn berdasarkan
putusan Pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hokum tetap.
2% sebulan
dihitung dari jatuh tempo pembayaran sampai dengan tanggal pembayaran dan
bagian dari bulan dihitung penuh satu bulan, apabila pembayaran atau penyetoran
yang terutang untuk suatu saat atau masa dilakukan setelah jatuh tempo
pembayaran atau penyetoran.
Kenaikan,
sebesar :
50% dari PPh
yang tidak atau kurang dibayar dalam satu tahun pajak akibat SPT tidak
disampaikan dalam jangka waktu yang telah ditentukan dan setelah ditegur secara
tertulis tidak disampaikan pada waktunya sebagaimana ditentukan dalam Surat
Teguran.
100% dari jumlah
PPh yang tidak atau kurang dipotong, tidak atau kurang dipungut, tidak atau
kurang disetorkan, dan dipotong atau dipungut tetapi tidak atau kurang
disetorkan.
100% dari jumlah
kekurangan pajak yang terutang dalam Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar
Tambahan dalam hal ditemukan data baru dan/atau data yang semula belum
terungkap dari WP yang menyebabkan penambahan jumlah pajak yang terutang.
Sanksi
administrasi berupa denda 150% dari pajak yang kurang dibayar, dikenakan
terhadap WP yang atas kemauannya sendiri membetulkan SPT setelah dilakukan
pemeriksaan tetapi belum dilakukan penyidikan;
Sanksi
administrasi berupa kenaikan sebesar 200% dari pajak yang kurang dibayar,
dikenakan terhadap WP yang karena kealpaannya tidak menyampaikan SPT atau
menyampaikan SPT tetapi isinya tidak benar atau tidak lengkap dan dapat
merugikan Negara.
2.
Pajak Pertambahan Nilai (PPN)
Denda, sebesar
Rp. 500.000,- dalam hal SPT Masa tidak disampaikan atau disampaikan tidak
sesuai dengan batas waktu yang ditentukan dalam peraturan perundang-undangan
yaitu selambat-lambatnya 20 (dua puluh) hari setelah masa pajak berakhir;
Bunga, sebesar
2% sebulan dari pajak yang tidak atau kurang dibayar dalam hal terdapat
kekurangan pajak yang terutang dalam SKPKB berdasarkan hasil pemeriksaan atau
keterangan lain;
100% dari PPN
barang dan Jasa dan PPnBM yang tidak atau kurang dibayar akibat SPT tidak
disampaikan dalam jangka waktu yang telah ditentukan dan setelah ditegur secara
tertulis tidak disampaikan pada waktunya sebagaimana ditentukan dalam Surat
Teguran atau apabila berdasarkan hasil pemeriksaan mengenai PPN dan PPnBM
ternyata tidak seharusnya dikompensasi selisih lebih pajak atau tidak
seharusnya dikenakan tariff 0%(nol persen).
B.
Sanksi Pidana
Tidak
menyampaikan SPT; atau menyampaikan SPT, tetapi isinya tidak benar atau tidak
lengkap, atau melampirkan keterangan
yang isinya tidak benar, sehingga dapat menimbulkan kerugian pada pendapatan
Negara, diancam dengan pidana kurungan selama-lamanya satu tahun dan denda
setinggi-tingginya dua kali jumlah pajak terutang yang tidak atau kurang
dibayar.
tidak
mendaftarkan diri, atau menyalahgunakan atau menggunakan tanpa hak NPWP; atau
tidak
menyampaikan SPT; atau
menyampaikan SPT
dan/atau keterangan yang isinya tidak benar atau tidak lengkap; atau
menolak untuk
dilakukan pemeriksaan sebagaimana dimaksud dalam pasal 29; atau
memperlihatkan
pembukuan, pencatatan, atau dokumen lain yang palsu atau dipalsukan seolah-olah
benar; atau
tidak
menyelenggarakan pembukuan atau pencatatan, tidak memperlihatkan atau tidak
meminjamkan buku, catatan, atau dokumen lainnya; atau tidak menyetorkan pajak
yang telah dipotong atau dipungut, sehingga dapat menimbulkan kerugian pada
pendapatan Negara, diancam dengan pidana penjara selama-lamanya enam tahun dan
denda setinggi-tingginya empat kali jumlah pajak terutang yang tidak atau
kurang dibayar.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar